drumblek (marching blek)
untuk masyarakat yang tinggal di sekitar kota salatiga pastinya
sudah tidak asing lagi dengan kesenian yang lahir dari kota salatiga yaitu drumblek, drumblek adalah salah satu
kesenian yang lahir karena adanya akulturasi dari genre genre music yang ada di
daerah salatiga , bedanya hanya drumblek ini adalah salah satu kesenian
yang kreatif karena drumblek menggunakan
tongbekas,blek bekas ,tong kecil bekas dan barang bekas lainya.
"Drumblek",Marching Band Tradisional
Salatiga yang Terus Berkembang Yang ini, penari Drumblek dari Gempar Salatiga
Drumblek, atau Marching band tradisional asli Kota Salatiga, sepertinya semakin
hari bukannya redup. Namun, sebaliknya terus berkembang hingga merembet ke
desa-desa di wilayah Kabupaten Semarang. Dalam tempo tiga tahun terakhir, telah
terbentuk puluhan grup yang memiliki penampilan ciamik. Berikut catatan saya
atas pertumbuhan kesenian massal itu. Seorang gadis, berwajah cantik, body
langsing dan berkulit mulus tengah melenggak-lenggok sembari memainkan tongkat
mayoret yang terbuat dari perpaduan kemucing serta pernak-pernik lainnya.
Sementara di belakangnya, ratusan remaja yang menabuh instrumen terus
mengiringinya.
Ya, mereka memang grup marching band yang tengah
beraksi di tengah terik matahari. Mayoret Drumblek lagi beraksi) Seperti
galibnya marching band, selain memainkan lagu-lagu yang menghentak sepanjang
perjalanan, mereka juga mengenakan kostum serbaheboh. Setiap mereka turun ke
jalan, praktis ribuan warga Salatiga mengelu-elukan kehadirannya. Anak-anak muda
yang sarat kreativitas itu menamakan dirinya sebagai grup Drumblek. Kenapa
disebut Drumblek? Karena peralatan yang digunakan merupakan drum bekas, jirigen
mau pun alat-alat lain yang difungsikan menjadi alat musik. Mayoret Drumblek
Salatiga) Sejarah keberadaan Drumblek tak bisa dilepaskan dari sosok pria
bernama Didik warga Pancuran, Kotuwinangun, Tingkir, Kota Salatiga. Di mana, di
tahun 1986 menjelang perayaan HUT RI, warga kampung tersebut memiliki keinginan
membentuk marching band. Sayang, harga peralatan marching band ternyata tak
murah sehingga membuat warga memutar otaknya agar libido memainkan berbagai
instrumen marching band bisa terpenuhi. Salah satu grup yang memakai kostum
wayang Pada saat warga tengah kebingungan, Didik yang merupakan seorang
seniman, melontarkan gagasan unik. Ia tetap akan membentuk grup marching band,
tapi peralatan pendukungnya dibuat dari barang-barang bekas. Ternyata, ide
tersebut disambut antusias remaja kampung Pancuran. Mulailah dikumpulkan
berbagai drum bekas, jirigen minyak, pralon hingga potongan bambu sisa
bangunan. Setelah semuanya terkumpul, mereka berlatih siang-malam agar mampu
tampil di ajang Karnaval 17 Agustusan. Karena semuanya menggunakan barang
bekas, ketika ditabuh, suaranya lebih banyak berisiknya dibanding merdunya.
Meski begitu, remaja kampung Pancuran yang dilatih langsung oleh Didik tak
mengenal kosakata putus asa. Hasilnya, latihan yang tidak kenal waktu tersebut,
saat tampil di karnaval hari ulang tahun kemerdekaan RI tahun 1986, ternyata
sangat memikat dan mendapat aplaus dari penonton di sepanjang perjalanan.
“Mengingat alat yang digunakan mayoritas drum bekas yang terbuat dari seng
(bahasa Jawa blek), akhirnya kami sepakat memberikan nama Drumblek,” kata
Petrus, salah satu Ketua RT di Pancuran. Drumblek dari Nobo Salatiga Komunitas
Drumblek Salatiga Perlahan tapi pasti, Drumblek yang diprakarsai Didik,
belakangan mulai memikat warga di Salatiga. Awalnya hanya di tingkat kelurahan
yang membentuknya. Namun, dalam 10 tahun terakhir ini, praktis hampr seluruh
kampung memiliki kelompok Drum blek. Kendati begitu, dalam perjalanannya
mengalami pasang-surut. Persoalannya terletak pada faktor regenerasi pemain
drumblek, bila di tahun 2000-an pemain masih remaja, sekarang banyak yang sudah
berkeluarga. Dampaknya, grup yang terbentuk bubar dengan sendirinya. Salah satu
grup Drumblek tertua di Salatiga, yakni Gempar (Generasi Muda Pancuran)
merupakan kelompok paling konsisten. Kendati para pemainnya di awal berdiri
mayoritas sudah berkeluarga, regenerasi terus berjalan. Begitu pula dengan
Drumblek milik Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang dibentuk sejak 15
tahun lalu, sampai sekarang masih eksis meski personil saban tahun selalu
berganti. Hingga memasuki tahun 2013, geliat Drumblek kembali muncul. Tepatnya
saat ada pihak swasta yang bergerak di bidang pariwisata kerap menggelar
Festival Drumblek.
Mungkin buat orang orang yeng belum
tahu apa itu drumblek mereka akan merasa kebisingan dengan nada nada
drumblek,akan tetapi buat seseorang yang telah mengetahui apa itu drumblek
mereka akan merasa senang dengan drumblek,karena drumblek adalah kesenian yang
sangat mengandalkan kreatifitas,kita sebagai anak drumblek kita harus pandai
pandai merangkai nada,mengombinasikan berbabagai alat musik dari barang barang
bekas diatas ,dan merangkai melodi agar menjadi alunan music yang membuat kita
senang saat mendengarkanya, selain kolaborasi music yang dipertontonkan
drumblek biasanya juga menampilkan koreo atau tarian yang indah dari para
penari drumblek atau bahkan sampai pemusicnya juga.nah dari kombinasi koreo dan
misic inilah yang menjadikan drumblek menjadi sesuatu yang enak di dengarkan
dan sangat cocok untuk menyadi kesenia dalam festifal atau karnafal.
.
Beberapa grup yang dulunya sempat berjaya, akhirnya dihidupkan lagi. Apalagi
melihat pertumbuhan grup Drumblek di desa-desa Kabupaten Semarang yang letaknya
berada di perbatasan Salatiga, mereka semakin terpacu untuk bangun dari
tidurnya. Dalam catatan saya, nyaris desa-desa asal Kabupaten Semarang yang
lokasinya dekat dengan Kota Salatiga, praktis telah memiliki grup Drumblek
sendiri. Bahkan, tak jarang dalam kompetisi Drumblek mereka kerap menyabet
juara satu. Bahkan, terkadang di salah satu desa, contohnya Desa Sumber,
Kecamatan Suruh mempunyai grup Drumblek lebih dari satu group. Didukung oleh
kepala desanya masing-masing, mereka kerap tampil di berbagai hajatan. Drumblek
dari Nobo salatiga Meski drumblek-drumblek tersebut dibentuk di wilayah Kabupaten
Semarang, mereka tak segan bergabung di Komunitas Drumblek Salatiga (KDS).
Total anggota yang tergabung di KDS hampir mencapai 100 grup, 50 asal Salatiga
sedang sisanya dari Kabupaten Semarang seperti Kecamatan Tengaran, Suruh,
Tuntang dan Pabelan. Yang menggembirakan, sepertinya tidak ada persaingan
negatif di antara mereka. Satu grup dengan grup lainnya saling memberikan
suport, begitu pun ketika tampil di satu ajang kompetisi, mereka menjadi
supporter pesaingnya. Heboh, tapi sehat. Ini peralatan Drumblek dari Klampeyan
Salatiga Pihak pemerintah Kota Salatiga sendiri, melalui Dinas Perhubungan
& Pariwisata terus memberikan atensi penuh terhadap keberadaan Drumblek.
Bahkan anggaran untuk pengadaan peralatannya juga selalu disiapkan guna
mendukung perkembangan Drumblek di kota ini. Belakangan, agar Drumblek tidak
diklaim pihak lain, marching band tradisional tersebut hak patennya sudah
diajukan sebagai kesenian asli Salatiga. Itulah sedikit catatan saya tentang
marching band tradisional asal Salatiga, yang berisik namun asyik. Dalam wadah
KDS sendiri, pengurusnya memiliki slogan unik, yakni dari Salatiga untuk Dunia.
Mereka berharap, suatu saat nanti Drumblek mampu melanglang buana ke berbagai
negara dan tampil dengan gegap gempita. Bagi yang ingin menyaksikan kehebohan
mereka, silakan datang ke Salatiga saat digelar Karnaval atau Festival Drumblek
tahunan. Percayalah, Anda akan mendapat suguhan kolaborasi kostum, gerak,
kelucuan, semangat serta instrumen yang memikat.
Berikut
contoh dokumentasi dari drumblek:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar